pukul 2


Aku suka pukul dua pagi. Itu waktu yang paling aku suka di tiap belahan bumi. Pada pukul itu, tidak ada siapa-siapa kecuali aku. Tidak ada suara amuk bapak atau suara rintihan dari ibu yang kesakitan. Tidak ada debt collector yang mengetuk pintu, karena selain dosa, bapak juga suka mengumpulkan hutang. Kadang aku berpikir, apa yang sebenarnya Tuhan pikirkan ketika Dia menciptakan pukul 2 pagi? 

“Alina, ini udah pukul 2 pagi,” katanya sambil memijat pundakku.

“Aku gak mau pulang,” kataku yang sudah berulang kali mengucapkan kalimat yang sama.

“Terus maunya apa?” tanyanya.

Aku maunya dia pergi, tapi tidak bisa, karena ini tempatnya dan aku tidak punya tempat lain untuk kabur. Yah, meski tidak bisa disebut kabur, karena di rumah masih ada ibu, jadi aku masih harus pulang.

“Aku mau ngobrol, apa aja yang penting bukan tentang aku.” 

Ia memberiku senyum, mengambil sebatang rokok dari atas meja kemudian menyalakannya.

“Ngobrol apa, ya, kalau buka tentang kamu? Bingung, karena sekarang hidupku isinya kamu doang, Na,” katanya sambil mengisap rokoknya.

“Keren. Kita udah setahun, tapi gombalanmu seperti gak kenal usia,”

Dia tertawa. “Kamu pikir barusan aku gombal? Itu informasi, lagi.”

Aku menggeleng. “Ngawur.”

“Yaa kita emang lumayan ngawur sih, Na. Kamu pernah bayangin gak kalau kita bisa sampe selama ini? Setahun tuh… gak bentar, loh,”

“Iya. Thanks to Siti, sih. Kalau waktu itu dia gak maksa aku ikut ke Blok M, mungkin sekarang kamu pacarannya sama dia, bukan sama aku.” 

“Ada gilanya juga, lo.”

“Lah bener, kan, Yo? Semua orang suka Siti. Cantik, seksi, pinter, supel. Mau dari pejabat sampe tukang sate kalau ngobrol sama dia juga pasti seneng. Dia tuh… sempurna, kurangnya cuma jatuh cinta sama laki orang aja. Yah, Tuhan emang adil ya, Yo?”

“Na, itu mah bukan kurangnya Siti. Sejak kapan jatuh cinta sama punya orang tuh sebuah kekurangan? Jatuh cinta mah gak ada yang salah, Siti juga gak pernah, tuh, nyuruh lakinya buat milih dia dan ninggalin istrinya.”

“Kamu suka sama Siti, ya?”

“Apaan sih? Nggak.”

“Kamu belain dia barusan.”

“Hah siapa yang belain, sih? Ya namanya cinta? Mana bisa diajarin?”

Tio ada benarnya.

Eh, iya. Siapa tahu sejak awal kalian penasaran, Tio namanya. Dia temannya Siti, kami berkenalan di suatu malam ketika Siti mengajakku ke Blok M. Tio sebenarnya cukup gila. Tanpa basa-basi, dia langsung meminta nomor teleponku waktu itu. Anehnya, meski perasaanku padanya biasa saja, aku tetap tersenyum ketika sekarang mengingatnya.

“Gue Tio, lo Alina, ya?”

Kalau dipikir-pikir, bukan berkenalan sih, karena dia udah tahu aku duluan. Pasti dari Siti. Dasar bawel.

“Iya, gue Alina,” jawabku sambil menjabat tangannya. Formal ya masih pakai salaman segala, tapi ya udahlah.

“Boleh minta nomor handphone, gak?”

“Boleh, buat apa?”

“Buat ngobrol lagi,”

“Lagi? Kan belum ngobrol daritadi?”

“Oh iya ya? Daritadi kan gue cuma lihatin lo ngobrol aja sama Siti, ya? Abis gak tau kenapa… kayak ikut ngobrol juga rasanya.”

 Aku tertawa kecil, mengundang keheranannya, “Kok ketawa?” tanyanya.

“Kata Siti, lo itu orangnya menyenangkan, tapi gue gak tahu kalau menyenangkan yang dia bicarakan itu ternyata maksudnya gombal,” jawabku.

Dia memberiku senyum. “Jadi lo pikir barusan gue gombal? Itu gue kasih informasi, lagi.”

Mungkin sebenarnya Tio tidak pernah berubah, aku saja yang kian hari menyadari bahwa semakin mengenalnya, ternyata semakin menjauhkanku darinya. Mungkin seharusnya, beberapa hal tidak perlu terjadi. Mungkin seharusnya, malam itu aku tidak ikut Siti. Tidak, tidak. Harusnya, aku tidak perlu memberikan Tio nomor teleponku. Harusnya, aku cukup mengetahui sosoknya yang menyenangkan dan cukup tampan itu. Iya. Aku suka senyum kecilnya yang menampakkan sedikit giginya yang rapi. Aku suka aroma tubuhnya sekalipun ia sedang tidak pakai parfum sekali. Ah, ternyata aneh banget ya rasanya? Menceritakan seseorang yang sudah menjadi masa lalu? Kenangan indah memang membuat yang sudah seperti tidak pernah selesai.

“Alina,” panggilnya lagi setelah menyimpan nomor teleponku. “Dibales ya nanti chat gue?”

Sebenarnya aku ingin memberinya jawaban refleks seperti “Tergantung lo chat gue apa” atau “Iya kalau menarik” atau juga “Gak janji sih”, tapi tidak, aku cuma mengangguk dan dia akhirnya pulang dengan motornya. Tidak lama, Siti keluar dan menghampiriku.

“Gimana? Udah kenalan sama Tio?” tanyanya bersemangat.

“Udah gak usah aneh-aneh, deh, Ti. Lo kan tahu gue lagi gak pengin deket ama cowok,”

“Tahu, gue. Lagian lo gak harus deket ama dia, kok, orang dia juga cuma minta nomor handphone, kan? Apa salahnya coba?”

“Mulai deh belaga bego. Lo pasti juga tahu ini arahnya ke mana,”

Ke sebuah tempat. Bukan. Bukan rumah. Meski menurutku sudah tidak ada lagi istilah rumah di muka bumi, tapi kalaupun masih ada, Tio tetap bukan rumah. Dia mungkin rumah bagi dirinya sendiri, makanya, tadinya kupikir, setidaknya hubungan kami akan jauh lebih sederhana, karena bila aku menyakitinya (dan benar aku menyakitinya), ia tetap bisa pulang meski dengan perasaan sedih dan kecewa. Sedangkan Tio jelas tidak boleh menyakitiku, karena aku tidak punya rumah. Aku tidak bisa pulang. Aku cuma bisa sedih dan kecewa. 

Tapi yang terjadi justru berbeda. Aku tetap tidak bisa pulang, dan tidak bisa merasakan apa-apa. Aku cuma bisa pergi, tanpa tahu istilah yang tepat untuk menjelaskan langkah kakiku yang berjalan sendiri. Di tengah-tengah obrolanku dengan Siti, handphone-ku berbunyi. Ada pesan masuk dari nomor baru yang belum kusimpan: Ini Tio yang tadi. Jangan dibaca aja. Dibales, ya?

Siti ikut menilik, lalu mengamatiku dengan curiga. “Jangan cuma dibaca aja, dibales…” ejek Siti kepadaku.

Aku menjawab: Iya. Ini dibales.

Tidak sampai lima menit, handphone-ku berbunyi lagi. Dia lagi: Udah disimpen belum nomornya?

Aku menjawab singkat: Udah, Yo.

“Udah mau pulang belum?” tanyanya menghentikan semua lamunanku yang ada di kepala, “Kalau belum, cari makan aja yuk?”

“Cari makan? Yo? Ini udah lewat pukul 2 pagi…”

“Iya… dan aku laper, Alina sayang…” jawabnya sambil menggodaku.

Aku menangkat alis, “Sayang? Sejak kapan ada panggilan itu?”

Dia lalu duduk mendekatiku, tersenyum kemudian memegang wajahku dengan kedua tangannya yang besar. “Sejak hari ini, ya? Boleh ya, Alina? Jangan pake ngomel, ya?”

Aku mematung. Sentuhan tangan selalu menjadi penyebab jantung manusia bisa berdetak lebih kencang. Aku mungkin tidak terlalu mencintainya atau mungkin… aku lumayan mencintainya, itu sebabnya aku tetap gugup ditatapnya seperti itu.

Eh. Jangan larut dulu, ingat itu semua sudah berlalu, itu tidak lebih dari sebuah ingatan setahun yang lalu saat ia masih denganku.

… bersambung


170 responses to “pukul 2”

  1. Setelah awalnya baca prolog aja, skrng membranikan diri buat baca semuanya🙂

    Like

  2. Paus makasih udah mengingatkan pertama x saya yg biasa saja ini bisa luluh dengan semua usahanya.. dan sama alina kini dia juga masa lalu ku

    Like

  3. makasii paus udah ngasih “butterfly in my stomach” wkwkwkwk udah lama ga salting kaya gini😭😭

    Like

  4. Jgan bilang cerita ini isiny cuman kenangan ya us ya🤓

    SANGAD SANGAD TIDAK BAIK BUAT KESEHATAN PAUSS

    Like

  5. Lagi senyum senyum, tiba-tiba di ingetin kalo itu cuma ingatan lama. 😭😭

    Like

  6. huhu pusing nangis kecewa monangis monangis monangissssssssssssssssss

    Like

  7. Padahal aku udah senyum senyuumm pas mau ending, ehh ternyataaaaa akshdismhdiskdbdk😭

    Like

  8. suka suka sukaaaaa, ditunggu pukul setengah lima selanjutnyaaaaaa(⁠つ⁠≧⁠▽⁠≦⁠)⁠つ

    Like

  9. Kenapa aku merasa dejavu baca cerita ini. Mana panggilannya sama2 Yo lagu :’)

    Like

  10. Dia lucu kalo diinget inget. Tapi gak lucu kalo diulang lagi :). Tio terlalu sempurna untuk Alina yang banyak lobangnya 😦

    Like

  11. aku suka bagian “Kenangan indah memang membuat yang sudah seperti tidak pernah selesai”
    itu benerr, cerita nya sudah selesai. raga nya juga sudah jadi milik orang lain. Tapi kenangan nya tetap milikku.

    Like

  12. Mengejutkan syekaleee endingnya 🙂

    Uz uz, hobi ko bikin teri tydack bisa berword² 💔

    Mau marah tapi sayang, ga dimarahin makin menjadi ya kamu uzzz… hiksss aku jd dilema kan 😩

    Like

  13. Walau sebelum akhir udah baca kalo Tio masa lalu, ttp sebel pas baca ending nya

    Like

  14. ini kebetulan yang terlalu kebetulan apa gimana ya usss?? Tio nama mantan ku wkwkw

    Like

  15. Kalo baca cerita Paus tu sambil berimajinasi kalo cerita ini dinarasikan oleh Paus, jadi suara Paus terngiang-ngiang di kepala aku huaaaaaa 😍 btw ditunggu petualan Alina yang kayaknya belum move on dari masa lalunya hihi

    Like

  16. Seneng banget, dulu suka baca komik naruto buat ngabuburit, skrng kmu pnya tulisan yg bisa jdi teman ngabuburit makasih us😘💫💫

    Like

  17. Aaaaaaa Tio
    Kamu kiyowok sekali

    Pantes alina cukup menyukaimu
    Sikap nya cas cus , blasss
    Ahahha

    Like

  18. Ingat cuma ingatan masa lalu , tapi dah kebawa baper gimana dong🥲

    Like

  19. Lah lah..saya baca bulak balik terus us 🤧
    Kok padagal baru mulai ya cerita tentang tio . Udah jatuh cinta aja nih😭 mana ada endingnya pisah lagi

    Like

  20. ceritanya ngingetin aku sama kisah” yg udah lalu us. senang sekaligus bingung 🙂

    Like

  21. Melupakan orangnya belum tentu kita bisa melupakan kenangannya 🥲🥲

    Like

  22. pauss terimakasih karya indah nyaa, selamat berbuka dengan yang hangat, sehangat air mendidih, love uu

    Like

  23. Hanya ingatan, yang kadang perlu diingat kembali tuk mengurai kisah sedih.

    Like

  24. ” jangan larut dulu, itu semua sudah berlalu” maap us kamu telat ngingetinnya, aku dah kebawa duluuuu:)

    Like

  25. Paussss ini kependekan atau aku keasyikan bacanyaaa? cepet bangettt😭

    Like

  26. masalalu itu bukan pemenang tp masalalu adalah pelajaran, suka bgt paussssss♡

    Like

  27. masalalu bukan pemenang tp masalalu adalah pelajaran, sukaa bgt paussss♡

    Like

  28. Ini ngga aku doang kan yg lagi senyum senyum. Ngga boleh senyum kelamaan, kan ceritanya udah setahun lalu heung 🥲

    Like

  29. Suka bangett ditambah ada visual gambarnya jadi tambah suka aaaaa😍😍😍

    Like

  30. Suka bangett ditambah ada visual gambarnya jadi tambah suka aaaaa😍😍😍

    Like

  31. Meskipun aku gatau gimana rasanya deket dan menjalin hubungan spesial sama lawan jenis karena hampir ga pernah, tapi dengan karya yang paus tulis, aku jadi bisa merasakan semua rasa yang paus tuangkan ke dalam karyanya. Terimakasih Paus ❤

    Like

  32. Waaaaw Masyaallah emang udah ditunggu buat temen ngabuburit. Btw ilustrasinya bagus Pauuuus, ternyata ga cuma tulisanmu yang indah, tetapi gambarmu juga, yaa meskipun agak dark tapi suka❤️

    Like

  33. detik ini,gue di posisi alina dan benar benar sama persis kandas setelah setahun.kandasnya bukan karna dia selingkuh atau permasalahn lain tapi emng gue yg ekspetasi bakal nemu rumah di dia,tapi nyatanya gada heheheh

    Like

  34. Emang kalimat “Harusnya dari awal aku ga kenal kamu” itu harus di tanamkan dalam hidup agar tidak seperti Tio dan Alina.

    Like

  35. pdhl di awal udh tau kl ini cuma flashback, makasi loh Alina udh diingetin lg di akhir part 😩😭🤏

    Like

  36. selalu setel alarm kalo paus bikin sg wkwk biar tidak ketinggalan, dan sukakkkk bangetttt❤️

    Like

  37. Pauusssss, emng tipe word of affirmation ni susah kalo dh baca giniiaaaan. Mewek keinget dia 😭😭😭

    Like

  38. paus my role model🫰🏻🤩
    ayo us semangat,MAU AKU BACA BERKALI KLI JUGA TETEP KEREN dan relate🤡🫢

    Like

  39. yaampun paus, aku selalu sukaaaaa. ga sabar buat liat kelanjutan nya ❤

    Like

  40. Sialll. Baru aja mleyott langsung ditabok kenyataan ini cerita yang udah selesai.

    Like

  41. Astagfirullah ini persis kek cerita gua dia ngenalin orang itu ke gua 😭….siti lu itu persis ke temen gua paus kok bisa si semirip ini bedanya gua virtual klo ini real

    Like

  42. sdikit pusing krna bnyak beban isi critanya 👍🏻 ak cmn bisa bdhwhdjejd yaallahhh

    Like

  43. endingnya tsana emang selalu bikin shock, bisa-bisanya gue tertipu berkali-kali

    Like

  44. Panggilan sayang tanpa adanya nama dalam sebuah hubungan duh hts semakin didepan 🦋

    Like

  45. USS ILOPYU PUL DEH SAMA KAMU🤍🤍🤍🤍 ceritamu gak pernah gagal

    Like

  46. Paussss, aku baru menilik karyamu lagi, aku seneng banget🥲, maaf yaa us semenjak aku punya dia selama 3tahun aku sendiri, aku jadi lupa kamu kalo kamu pernah nemenin aku sedih selama 3tahun, sekarang aku kelewat bahagia dan baru menilik karyamu lagi, tetep semangat yaa us, doain jugak aku sama dia akan selalu baik2 aja meskipun gada yg baik baik aja di dunia ini, i hope u always happy and healty paussss🥰

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: